Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Test link

Apa itu Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah (Aswaja)




Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah (Aswaja) merupakan salah satu aliran paham teologi (Aqiedah) Islam. Selain Aswaja, ada pula paham teologi lainnya seperti Khawarij, Murji'ah, Qadariyah, Jabariyah, dan Syi'ah. Sebagian besar umat Islam meyakini bahwa pemahaman teologi Aswaja ini adalah pemahaman yang benar yang diajarkan Nabi Muhammad SAW kepada para sahabatnya. Kemudian, dari generasi ke generasi, pemahaman Aswaja diajarkan kepada generasi berikutnya (Tabi'in-Tabi'it Tabi'in) dan kemudian diteruskan ke generasi berikutnya hingga sampai kepada kita. Hal ini tentu saja dapat dibuktikan melalui studi sastra keagamaan. Berkaitan dengan hal tersebut, banyak ulama dan pakar/pakar yang telah menulis ribuan buku dan kitab.


Sejarah Aswaja

Kajian sejarah menunjukkan bahwa istilah Aswaja lahir sebagai tanggapan terhadap konsep Mu'tazilah yang dikenal sebagai "rasionalis Islam ekstrem". Kelompok ini mengajukan pemahaman teologi Islam yang rasionalistik ('aqli) dan liberal. Pemahaman Mu'tazilah antara lain dipengaruhi oleh pemikiran filosofis Yunani. Mereka berpegang pada konsep Qadariyah atau kehendak bebas. Ini adalah konsep berpikir, termasuk konsep kebebasan dan kekuatan manusia atas tindakannya. Dengan kata lain, perbuatan manusia diungkapkan oleh manusia itu sendiri, bukan oleh Tuhan. Selain bereaksi terhadap konsep Mu'tazilah, Aswaja juga berupaya mengatasi konsep Mu'tazilah, konsep ekstrem lain yang sangat bertolak belakang dengan konsep Jawa. Kehendak (Irada) dan perilaku manusia tunduk pada kehendak mutlak Tuhan. Oleh karena itu, segala perbuatan manusia dilakukan dengan cara pemerasan (mujbar). Mereka berpikir tentang fatalis. Mengapa? Hal ini karena kelompok ini cenderung berpikir alkitab sedangkan kelompok Mu'tazilah berpikir secara wajar.

Dihadapkan pada dua paham yang sama ekstrimnya ini, Imam Abu al-Hasan al-Asy'ari (W. 324 H) dan Imam Abu Manshur al-Maturidi (W. 333 H.) merasa terdorong untuk meluruskan kedua kelompok tersebut agar sesuai dengan apa yang Rasulullah SAW mengajarkan kepada Saahabatnya. Mereka berdua memunculkan kembali pola pikir yang mengambil jalan tengah antara dua paham teologi yang ekstrem ini. Dan perlu dicatat bahwa selama 40 tahun al-Asy'ari adalah pengikut Mu'tazilah. Karena dalil Mu'tazilah tidak benar dan sesuai dengan hasil mimpinya bertemu Nabi SAW; dimana Rasulullah SAW bersabda bahwa yang benar adalah mazhab (al-Sunnah), bukan mazhab Mu'tazilah, maka pemahaman tentang Mu'tazilah ditinggalkan. Keduanya akhirnya ingin mengembalikan pemahaman umat Islam tentang aqiedah sesuai dengan apa yang diajarkan Nabi Muhammad SAW kepada para sahabatnya, menghadirkan dalil-dalil dari naqliyah (nash-nash al-Qur'an dan Hadits) dan argumentasi dari aqliyah (argumentasi rasional). Karena faktor kedua tokoh tersebut, Aswaja juga dikenal dengan istilah al-Asy'ariyyun dan al-Maturidiyyun. Dalam kaitan ini, perlu dicatat bahwa mayoritas umat Islam di negara kita, khususnya Nahdliyyin (NU), dan kawasan Asia Tenggara lainnya, adalah Asy'ariyyun. Sebagai catatan bagi kita, meskipun kedua ulama tersebut dikenal sebagai pencipta dan sekaligus pembela pemahaman Aswaja, namun di antara keduanya terdapat perbedaan yang bersifat far'iyyah (cabang), bukan pada tema pokok aqiedah. ; Al-Asy'ari lebih condong memahami Jabariyah, sedangkan al-Maturidi lebih condong memahami Qadariyah. (Alangkah baiknya jika kita juga dapat mempelajari konsep pemikiran al-Maturidi sehingga kita dapat memiliki pemahaman yang lebih luas tentang teologi Aswaja.)


Posisi Aswaja

Secara politis, pengikut Aswaja juga disebut "Sunni". Istilah ini sering diantonimkan dengan "Syiah". Hal ini awalnya terjadi karena adanya perbedaan pandangan di antara para sahabat Nabi tentang kepemimpinan setelah Nabi wafat. Setelah itu, masalah tersebut berlanjut menjadi isu politik. Dari ranah yang dipolitisasi ini, masalah tersebut akhirnya berkembang menjadi berbagai perbedaan dalam hal lain, terutama dalam aspek teologis dan fiqh. Inilah realitas sejarah perjalanan umat Islam. Dan perlu diketahui bahwa sebagian besar umat Islam di dunia ini adalah Aswaja (Sunni). Dalam berfiqih mereka (Sunni) menjadikan empat mujtahid besar, Imam Maliki, Imam Hanafi, Imam Syafi'i dan Imam Hanbali RA sebagai rujukan utama mereka. Karena sebagian besar ulama Asia Tenggara menganut mazhab Syafi'i, umat Islam Indonesia, termasuk Nahdliyyin, mengikuti mazhab Syafi'i.

Telah disebutkan di atas bahwa secara teologis Nahdliyyin (warga NU) termasuk dalam mazhab Aswaja. Artinya, mereka adalah bagian dari Sunni. Oleh karena itu, secara otomatis pemahaman teologisnya tidak ekstrim, tetapi moderat (rata-rata). Jadi tidak ada warga PBB, misalnya, yang terlibat dalam kegiatan melawan pemerintah yang sah, seperti teroris. Melalui kecerdasan intelektual dan spiritual para sarjana PBB, merumuskan berbagai ajaran mulia yang diyakini dapat membimbing umat Anda, baik secara individu maupun bersama, ke jalan yang benar, sejahtera lahir dan batin, selamat dunia dan akhirat serta diberkati oleh Allah SWT. Allah SWT, termasuk bagaimana hidup bersama sebagai bangsa dan negara yang penuh kedamaian. Diantara nilai-nilai penting yang diajarkan adalah sikap at-tawassuth, al-i'tidal, at-tawazun, at-tasamuh, dan amar ma'ruf nahi mungkar.

Kata at-tawassuth berarti mengambil posisi di tengah, kata al-i'tidal berarti tegak, tidak memihak, karena kata ini berasal dari kata al-'adl yang berarti keadilan, kata at-tawazun berarti keseimbangan, tidak memihak. Artinya, jangan melebih-lebihkan sesuatu dan jangan meremehkannya dan kata at-tasamuh memiliki arti toleransi, yaitu menghargai perbedaan pendapat dan keyakinan. Semuanya dirangkum dari Al-Qur'an dan Hadist/Sunnah. Nilai-nilai tersebut diamalkan dalam pelaksanaan amar ma'ruf dan nahi mungkar, yaitu jiwa kehidupan ummat untuk meninggikan kalam Allah. Ini adalah karakteristik penting yang melekat dalam kehidupan Sunni. Dan inilah nilai-nilai yang selalu dijunjung tinggi oleh para sarjana PBB sejak lahir hingga sekarang. Semua ini tidak lain adalah warisan para wali yang telah berkontribusi dalam penyebaran Islam di negara kita.

Dalam konteks Indonesia, pola pikir PBB berdasarkan nilai-nilai tersebut dapat dinilai sebagai cara yang paling efektif, layak, akurat dan tepat. Artinya keberadaan NU, baik secara kelembagaan (jam'iyyah/organisasi), perkumpulan (jama'ah-jama'ah), ajaran (pemahaman agama) maupun agama dan sosial budaya dapat diterima bahkan didukung dan diikuti oleh mayoritas. umat Islam, Indonesia. Buktinya adalah penilaian positif dari para pemimpin pemerintahan Republik Indonesia. Kabar terbaru yang patut disimak di sini adalah tawaran Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dalam kunjungan Rais Am dan Presiden Jenderal PBNU di Istana Negara pada 2 Juni 2010, agar PBNU bekerja sama. (MoU) di 5 bidang. Pertama, masalah penanggulangan gerakan radikalisasi. Dalam penilaiannya, pendekatan budaya dan agama yang dilakukan PBB sangat efektif. Kedua, dalam bidang peningkatan ekonomi, khususnya dalam peningkatan ketahanan pangan, pengembangan usaha mikroekonomi, dan ketahanan energi. Program ini harus dilakukan secara luas untuk menjangkau lapisan masyarakat yang lebih rendah. Ketiga, kerjasama di bidang pendidikan khususnya dengan pendidikan moral dan penguatan pembentukan karakter. Dikatakannya, agenda ini sangat penting mengingat saat ini pendidikan telah kehilangan kaidah dan nilai-nilainya. “Kita bisa menata kembali moral bangsa dengan pendidikan moral dan penguatan karakter.” Demikian kata Said Aqil, Ketua Umum PBNU. Keempat, respon terhadap perubahan iklim. Peran ulama dalam hal ini sangat penting. Karena hal ini erat kaitannya dengan pembangunan moral bangsa. Dengan menanamkan nilai-nilai moral yang luhur, diharapkan masyarakat lebih menghargai lingkungan dan menjaga kelestariannya. Kelima, pengembangan dialog pembudayaan untuk mencapai perdamaian dunia. Saat ini Indonesia dan NU diminta untuk lebih aktif dalam forum internasional dan diharapkan menjadi pemimpin di segala bidang.


Kesimpulan

Dari uraian singkat di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan. Diantaranya

  • ideologi Aswaja adalah pemahaman yang benar karena didasarkan pada dalil naqli (al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad) dan 'aqli, maka ideologi Aswaja harus dipertahankan dan dilestarikan, 
  • at-tawassuth, al-i'tidal, at-tawazun dan at-tasamuh adalah ajaran mulia yang sangat mujarab untuk dakwah Islam dimanapun bahkan di Indonesia, sehingga kita para Nahdliyyin khususnya para pemuda wajib menerapkannya dalam memperjuangkan ideologi Aswaja yang benar agar keberadaan PBB dapat menjadi rahmatan lil-'alamien, dan 
  • penilaian positif Kepala Negara Republik Indonesia harus ditanggapi secara aktif, proaktif dan serius agar cita-cita tersebut bangsa kita dalam waktu yang tidak terlalu lama dapat menjadi kenyataan yang nyata.

I can give our readers a premium design that is attractive and matches the content of your site.

Posting Komentar

© revanaga. All rights reserved. Premium By Raushan Design